Rabu, 22 April 2015

perubahan penerimaan daerah dan peranan pendapatan asli daerah

Perubahan berbagai kebijakan nasional sebagaimana dimaksud membawa harapan besar bagi daerah untuk membangun daerahnya dengan menggali potensi daerahnya masing-masing sebagai sumber pendapatan daerah, khususnya pendapatan asli daerah. Harapan dari daerah tersebut merupakan hal yang wajar, karena diberikannya berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya dibarengi dengan muatan kewenangan untuk mengurus keuangannya secara otonom dalam membiayai penyelenggaraan otonomi, baik dalam menggali sumber-sumber keuangan, pemanfaatannya serta pertanggungjawabannya.
 Fokus perhatian berkenaan dengan pembiayaan dalam penyelenggaraan otonomi daerah bertumpu pada persoalan pendapatan daerah yang berasal dari berbagai jenis sumber. Artinya pendapatan daerah merupakan cerminan dari kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 menyatakan:
“Sumber pendapatan daerah terdiri atas:
a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1)      hasil pajak daerah;
2)      hasil retribusi daerah;
3)      hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4)      lain-lain PAD yang sah;
b. dana perimbangan; dan
c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.”

Jika menelusuri ketentuan Pasal 157 tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa di antara sumber pendapatan daerah tersebut, hanya ”Pendapatan Asli Daerah” yang merupakan sumber pembiayaan sebagai indikasi atau ketegasan sumber pendapatan daerah yang otonom. Sebab sumber pendapatan daerah yang berupa dana perimbangan merupakan hasil penerimaan yang didasarkan persentase perimbangan tertentu yang ditentukan oleh pemerintah pusat. Adapun lain-lain pendapatan daerah yang sah ditentukan oleh ukuran yuridis yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Selanjutnya diantara komponen Pendapatan Asli Daerah, perlu dicermati komponen pajak daerah dan retribusi daerah aspek yuridis yang berimplikasi terhadap peranannya dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Kajian yuridis landasan pajak daerah dan retribusi daerah harus ditetapkan dalam sebuah undang-undang sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 158 UU No.32/2004 : ” Pajak daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah”.
Adapun undang-undang yang dimaksus Pasal 158 ayat (1) UU No. 32/ 2004 adalah UU No. 18/1987 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34/2000. Dengan demikian pengaturan secara yuridis tersebut tidak luput untuk dibahas terhadap dinamika perubahan pengaturannya. Di samping landasan hukum berupa undang-undang, patut ditelusuri secara yuridis peraturan pelaksananya, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah selanjutnya disingkat dengan sebutan PP No. 65/2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah selanjutnya disingkat dengan sebutan PP No. 66/2001. Pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah tersebut dilakukan melalui produk hukum berupa peraturan daerah, selanjutnya disingkat dengan sebutan Perda.

Pada sisi lain berjalannya pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah dalam membiayai daerah, memberikan peluang untuk menggali potensi daerah melalui pungutan daerah berupa Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah ke dalam penetapan kebijakan hukum berupa Perda. Gejala yang tidak terhindarkan terjadi pada daerah adalah adanya beberapa perda yang menetapkan subjek dan objek pajak daerah dan retribusi daerah dibatalkan oleh pemerintah pusat, diantaranya dengan alasan objek yang dipungut pada pajak daerah dan retribusi daerah tersebut pada dasarnya sudah dikenakan sebagai objek pajak pusat, terutama dalam memberikan jawaban atas adanya dugaan telah terjadi tumpang tindih objek pajak daerah dan retribusi daerah. Di samping itu adanya rumor yang berkembang, sejak era reformasi terkesan pada setiap daerah saling berlomba memperbesar tingkat pendapatan asli daerahnya melalui instrumen pajak daerah dan retribusi daerah, sehingga dinilai telah menambah beban bagi investor yang mau berusaha atau menanamkan modalnya di daerah yang bersangkutan. 
Sumber : https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&sqi=2&ved=0CCYQFjAB&url=http%3A%2F%2Frepository.unand.ac.id%2F570%2F1%2FArtikel_Frenadin_Fundamental_2009.doc&ei=x4o4VbihKY-gugT9voGYAw&usg=AFQjCNEKr_YdBQRBBQWMeqZqOaaMbIC2UQ&sig2=lbqDa59zqPmcrgCCkYH60Q

Tidak ada komentar:

Posting Komentar