Rabu, 22 April 2015

Perkembangan Ekonomi di Indonesia: Era Orde Lama, Orde Baru, hingga Era Reformasi

Perkembangan Ekonomi di Indonesia: Era Orde Lama, Orde Baru, hingga Era Reformasi
Indonesia sebagai negara yang baru merdeka dituntut untuk mampu menghidupi negaranya sendiri dalam berbagai aspek kehidupan, terutama aspek ekonomi. Perkembangan ekonomi Indonesia mengalami perkembangan mulai masa pemerintahan Presiden Soekarno yang dikenal dengan zaman Orde Lama. Kemudian mengalami perkembangan pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal dengan zaman Orde Baru. Hingga zaman reformasi yang mengalami perubahan besar-besaran dalam aspek ekonomi. Periode kekuasaan di Indonesia yaitu Orde Lama, Orde Baru dan reformasi memiliki ciri khas masing-masing yang pada akhirnya juga membawa dampak yang berbeda-beda bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Orientasi pembangunan yang dimaksud adalah orientasi pembangunan keluar, yakni pembangunan dengan melakukan stabilisasi ekonomi negeri dengan memanfaatkan sumber luar negeri dan pembangunan berorientasi ke dalam, yang merupakan usaha stablisasi ekonomi dengan memperkuat usaha-usaha dalam negeri (Mas’oed, 1989:95).
Orde Lama dibawah pimpinan Soekarno bersikap anti batuan asing dan berorientasi ke dalam. Soekarno menyatakan bahwa nilai kemerdekaan yang paling tinggi adalah berdiri di atas kaki sendiri atau yang biasa disebut “berdikari” (Mas’oed, 1989:76). Soekarno tidak menghendaki adanya bantuan luar negeri dalam membangun perekonomian Indonesia. Pembangunan ekonomi Indonesia haruslah dilakukan oleh Indonesia sendiri. Bahkan Soekarno melakukan kampanye Ganyang Malaysia yang semakin memperkuat posisinya sebagai oposisi bantuan asing. Semangat nasionalisme Soekarno menjadi pemicu sikapnya yang tidak menginginkan pihak asing ikut campur dalam pembangungan ekonomi Indonesia. Padahal saat itu di awal kemerdekaannya Indonesia membutuhkan pondasi yang kuat dalam pilar ekonomi. Sikap Soekarno yang anti bantuan asing pada akhirnya membawa konsekuensi tersendiri yaitu terjadinya kekacauan ekonomi di Indonesia. Soekarno cenderung mengabaikan permasalahan mengenai ekonomi negara, pengeluaran besar-besaran yang terjadi bukan ditujukan terhadap pembangunan, melainkan untuk kebutuhan militer, proyek mercusuar, dan dana-dana politik lainnya. Soekarno juga cenderung menutup Indonesia terhadap dunia luar terutama negara-negara barat. Hal itu diperkeruh dengan terjadinya inflasi hingga 600% per tahun pada 1966 yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi Indonesia. Kepercayaan masyarakat pada era Orde Lama kemudian menurun karena rakyat tidak mendapatkan kesejahteraan dalam bidang ekonomi.
Kemudian fase baru dimulai dalam perkembangan Indonesia, yakni masa Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto. Di era Orde Baru di bawah pimpinan Soeharto, slogan “Politik sebagai Panglima” berubah menjadi “Ekonomi sebagai Panglima”. Karena pada masa ini, pembangunan ekonomi merupakan keutamaan, buktinya, kebijakan-kebijakan Soeharto berorientasi kepada pembangunan ekonomi. Kepemimpinan era Soeharto juga berbanding terbalik dengan kepemimpinan era Soekarno. Jika kebijakan Soekarno cenderung menutup diri dari negara-negara barat, Soeharto malah berusaha menarik modal dari negara-negara barat itu. Perekonomian pada masa Soeharto juga ditandai dengan adanya perbaikan di berbagai sector dan pengiriman delegasi untuk mendapatkan pinjaman-pinjaman dari negara-negara barat dan juga IMF. Jenis bantuan asing ini sangat berarti dalam menstabilkan harga-harga melalui “injeksi” bahan impor ke pasar. Orde Baru berpandangan bahwa Indonesia memerlukan dukungan baik dari pemerintah negara kapitalis asing maupun dari masyarakat bisnis internasional pada umumnya, yakni para banker dan perusahaan-perusahaan multinasional (Mochtar 1989,67). Orde Baru cenderung berorientasi keluar dalam membangun ekonomi. Langkah Soeharto dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, tahap penyelamatan yang bertujuan untuk mencegah agar kemerosotan ekonomi tidak menjadi lebih buruk lagi. Kedua, stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonmi. Ketiga, pembangunan ekonomi. Hubungan Indonesia dengan negara lain dipererat melalui berbagai kerjasama, Indonesia juga aktif dalam organisasi internasional, terutama PBB, dan penyelesaian konflik dengan Malaysia. Awalnya bantuan asing sulit diperoleh karena mereka telah dikecewakan oleh Soekarno, namun dnegan berbagai usaha dan pendekatan yang dilakukan kucuran dana asing tersebut akhirnya diterima Indonesia. Ekonomi Indonesia mulai bangkit bahkan akhirnya menjadi begitu kuat.
Sayangnya kekuatan ekonomi itu didapatkan dari bantuan asing yang suka atau tidak harus dikembalikan. Suntikan bantuan dari Amerika Serikat maupun Jepang cukup berperan besar dalam perbaikan ekonomi di Indonesia. Begitupun dengan IMF yang dinilai sangat bermanfaat dalam memperjuangkan Indonesia di hadapan para kreditor asing (Mas’oed, 1989:84). Namun, bantuan tersebut tidak serta merta membuat Indonesia tumbuh dengan prestasi ekonomi, Indonesia ternyata semakin terjerat keterpurukan perekonomian dalam negeri akibat syarat-syarat dan bunga yang telah direncanakan negara penyuntik bantuan. Booth (1999) menjelaskan kegagalan industri dalam negeri dipasar global serta terjun bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan ekonomi pada Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi keluar. Maka, kini hal tersebut menjadi tantangan pemerintahan reformasi untuk menuntaskan permasalahan ekonomi dalam negeri.
Reformasi ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto dan diangkatnya BJ Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden menjadi Presiden Indonesia. Hal ini disebabkan oleh tidak mampunya Soeharto mengalami permasalahan ekonomi serta semakin mewabahnya KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Trauma zaman Orde Baru yang mengekang hak-hak demokrasi warga negara serta kediktatoran Soeharto menyebabkan terjadinya perubahan menyeluruh dalam tiap aspek kehidupan. Naiknya nilai tukar dollar secara tak tertahankan pada zaman Orde Baru, menyebabkan naiknya berbagai kebutuhan pokok Indonesia. Namun, secara perlahan nilai tukar dollar terhadap rupiah ini semakin menurun hingga saat ini.
Selanjutnya yang menjadi penting yakni orientasi ekonomi yang bagaimana, ke luar atau ke dalam, yang kemudian dapat dianggap dan diharapkan efektif dan sesuai dengan kondisi Indonesi saat ini. Orientasi ekonomi ke dalam pada zaman kepemimpinan Soekarno yakni Orde Lama masih memiliki kekurangan. Begitu pula dengan era Orde Baru dibawah kekuasaan Soeharto. Kekurangan-kekurangan tersebut yang akhirnya memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan ekonomi di Indonesia. Dalam masa kini perkembangan ekonomi tentu saja lebih baik dari pada dua era tersebut. Sebenarnya Indonesia tidak perlu terlalu berpacu pada orientasi ke luar atau ke dalam. Orientasi ekonomi di Indonesia harus lebih fleksibel. Karena dengan hal tersebut maka ekonomi di Indonesia tidak hanya berpusat di dalam negeri tanpa mau menerima bantuan asing, juga tidak hanya berkonsentrasi pada bantuan asing tanpa memperhatikan kemampuan yang dimiliki oleh Indonesia sendiri. Alangkah lebih baiknya jika orientasi ke dalam maupun ke luar dapat seimbang, sehingga Indonesia yang tentu saja masih memiliki kekurangan dapat menerima berbagai bantuan luar negeri secara wajar, yang kemudian tidak lupa untuk memaksimalkan sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri, baik itu SDA maupun SDM di Indonesia. Pemerintah juga harus dengan bijaksana menentukan berbagai kebijakan mengenai bantuan maupun investor asing yang akan membantu hingga menanamkan sahamnya di Indonesia. Sehingga Indonesia tidak menjadi pihak yang dirugikan, serta berbagai bantuan yang datang dari luar negeri maupun investor asing dapat dibatasi kewenangannya di Indonesia dan mencegah investor asing untuk mendapatkan keuntungan dan eksploitasi yang berlebihan terhadap Indonesia.
Kesimpulan dan Opini:
            Dari urairan di atas dapat disimpulkan bahwa periodesasi perkembangan ekonomi di Indonesia dapat dikategorikan menjadi tiga era, yakni: Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Pada masa Orde Lama dibawah kepemimpinan Soekarno orientasi ekonomi di Indonesia cenderung ke dalam. Soekarno menolak berbagai bantuan asing untuk perkembangan ekonomi di Indonesia. Nasionalisme diartikan dengan keyakinan bahwa pembangunan di Indonesia termasuk pada bidang ekonomi harus berasal dari dalam diri bangsa Indonesia sendiri. Namun kemudian terjadi inflasi hingga 600% per tahun pada 1966 yang pada akhirnya mengakibatkan kekacauan ekonomi bagi Indonesia, dan membuat masyarakat Indonesia tidak sejahtera. Kemudian lahir lah era Orde Baru dibawah kekuasaan Soeharto. Kebalikan dari Soekarno, Soeharto menekankan pada pembangunan ekonomi Indonesia yang berorientasi ke luar. Soeharto banyak menerima bantuan dari luar negeri seperti IMF, kemudian juga banyak mengundang investor asing untuk menanamkan sahamnya dan membangun industri di Indonesia. Namun hal tersebut tidak lah berjalan lancar sepenuhnya, kegagalan industri dalam negeri dipasar global serta terjun bebasnya nilai rupiah juga menjadi warisan keterpurukan ekonomi pada Orde Baru yang berorientasi pada pembangunan ekonomi keluar. Kemudian pada masa reformasi nilai rupiah terhadap dolar perlahan-lahan dapat membaik, dan tentu saja pembangunan ekonomi pada era reformasi ini lebih baik dari pada dua era tersebut.
            Opini penulis mengenai hal tersebut yakni bahwa dibutuhkan banyak pengalaman termasuk kegagalan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik lagi. Perkembangan ekonomi di Indonesia pada Orde Lama dan Orde Baru tentu saja tidak sepenuhnya memberikan dampak yang buruk. Hal-hal positif dari kedua era tersebutlah yang kemudian sebaiknya dapat dijadikan sebuah kombinasi, yakni orientasi pembangunan ekonomi yang lebih fleksibel, yang kemudian dapat menyeimbangkan antara orientasi ekonomi ke luar dan  ke dalam.

Sumber :
http://farras-ghaly-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-102783-SOH205%20(Studi%20Strategis%20Indonesia%20I%20)-Perkembangan%20Ekonomi%20di%20Indonesia:%20Era%20Orde%20Lama,%20Orde%20Baru,%20hingga%20Era%20Reformasi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar